masukkan script iklan disini
Medan, penakita.info
Dokter Forensik RS Bhayangkara Medan dr Ismurrizal mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap sejumlah jaringan tubuh korban, yakni jaringan otot leher, otot kana, dua potong jaringan jantung, dan jaringan hepar. Selain itu, pihak dokter juga memeriksa lambung korban dan tidak ditemukan adanya bahan beracun.
"Dengan kesimpulan spesimen jaringan dominan mengalami autolisis dan sulit untuk dinilai. Dari pemeriksaan labfor terhadap jaringan lambung tidak terdeteksi bahan beracun atau berbahaya," kata Ismurrizal dalam keterangannya, Sabtu (18/1/2025).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Ismurrizal, kematian korban diduga karena lemas. "Oleh karena itu, hasil pemeriksaan tambahan disimpulkan kematian korban mati lemas," sebutnya.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi menyebut bahwa berdasarkan hasil visum et repertum yang diterima oleh pihaknya dari RS Bhayangkara, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.
Hasil autopsi jasad Ade Nurul Fadilah (19) siswi sekolah penerbangan yang dicurigai keluarga tewas karena dianiaya di asrama sekolahnya di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), keluar. Hasilnya, tidak dijumpai adanya tanda-tanda kekerasan.
Dokter Forensik RS Bhayangkara Medan dr Ismurrizal mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap sejumlah jaringan tubuh korban, yakni jaringan otot leher, otot kana, dua potong jaringan jantung, dan jaringan hepar. Selain itu, pihak dokter juga memeriksa lambung korban dan tidak ditemukan adanya bahan beracun.
"Dengan kesimpulan spesimen jaringan dominan mengalami autolisis dan sulit untuk dinilai. Dari pemeriksaan labfor terhadap jaringan lambung tidak terdeteksi bahan beracun atau berbahaya," kata Ismurrizal dalam keterangannya, Sabtu (18/1/2025).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Ismurrizal, kematian korban diduga karena lemas. "Oleh karena itu, hasil pemeriksaan tambahan disimpulkan kematian korban mati lemas," sebutnya.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi menyebut bahwa berdasarkan hasil visum et repertum yang diterima oleh pihaknya dari RS Bhayangkara, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.
"Hasil visum et repertum RS Bhayangkara, tidak dijumpai adanya tanda-tanda kekerasan," kata Hadi.
Hadi menjelaskan bahwa saat kejadian, yakni pada 1 Oktober 2024 malam di asrama sekolah tersebut, korban dan temannya tengah bermain tebak-tebakan. Lalu, tiba-tiba korban mengalami sakit kepala dan tidak sadarkan diri.
"Pada pukul 21.33 WIB, korban mengeluh dan berteriak kepalanya sakit sambil memegang kepala dan lehernya. Kemudian, korban ditidurkan di pangkuan temannya dan lalu dipindahkan ke atas bantal," jelasnya.
Lalu, pada pukul 21.58 WIB, teman-teman korban melihat jari tangan dan kaki korban sudah mulai membiru serta korban telah tidak sadarkan diri. Sementara saat itu ibu asrama pergi untuk mencari pertolongan.
Tak lama, ibu asrama tersebut datang bersama tiga siswa laki-laki. Lalu, mereka mengangkat korban ke mobil dan membawanya ke klinik.
"Lalu dikarenakan keterbatasan alat, langsung dirujuk ke RS USU, pukul 22.40 WIB korban dinyatakan meninggal dunia," sebutnya.
Untuk diketahui, Ade, tewas saat menempuh pendidikan di sekolah penerbangan tersebut. Keluarga korban menduga bahwa korban tewas usai dianiaya di asrama sekolah itu.
Kuasa hukum keluarga korban Thomy Faisal mengatakan peristiwa itu berawal pada Selasa (1/10) sekira pukul 23.00 WIB. Saat itu, keluarga korban mendapat telepon dari pihak sekolah bahwa korban masuk rumah sakit.
"Tanggal 1 Oktober jam 23:00 WIB, pihak keluarga dihubungi oleh yayasan atau sekolah bahwa korban sedang sakit dan sudah dibawa ke Rumah Sakit USU," kata Thomy, Sabtu (26/10)
Lalu, selang beberapa menit kemudian, keluarga korban mendapatkan kabar bahwa korban telah meninggal dunia. Usai menerima informasi itu, keluarga korban langsung berangkat dari Kabupaten Asahan menuju Medan untuk menjemput jenazah korban. Setelah itu, jasad korban dibawa oleh pihak keluarga.
Namun, saat dicek, keluarga menemukan ada bekas memar di leher, seperti bekas cekikan. Selain itu, keluarga juga menemukan lebam di punggung dan rusuk. Atas kejadian itu, Thomy mewakili keluarga korban melaporkan dugaan kejanggalan itu ke Polda Sumut pada Rabu (23/10).
Pihak sekolah, yakni dari Sumatera Flight membantah bahwa korban tewas karena dianiaya. "Sangat membantah (adanya penganiayaan). Almarhum ini orang baik, dan baru dua bulan di sini. Jadi, tidak mungkin dia langsung punya musuh apa segala macam, tidak ada kekerasan, tidak ada tindak pem-bully-an, karena di sini tidak ada senior junior, pelatihan kursus kita hanya setahun, begitu setahun selesai, tidak ada senior di sini," kata Kuasa Hukum Sumatera Flight Hendra Manatar Sihaloho, Senin (28/10).
Hadi menjelaskan bahwa saat kejadian, yakni pada 1 Oktober 2024 malam di asrama sekolah tersebut, korban dan temannya tengah bermain tebak-tebakan. Lalu, tiba-tiba korban mengalami sakit kepala dan tidak sadarkan diri.
"Pada pukul 21.33 WIB, korban mengeluh dan berteriak kepalanya sakit sambil memegang kepala dan lehernya. Kemudian, korban ditidurkan di pangkuan temannya dan lalu dipindahkan ke atas bantal," jelasnya.
Lalu, pada pukul 21.58 WIB, teman-teman korban melihat jari tangan dan kaki korban sudah mulai membiru serta korban telah tidak sadarkan diri. Sementara saat itu ibu asrama pergi untuk mencari pertolongan.
Tak lama, ibu asrama tersebut datang bersama tiga siswa laki-laki. Lalu, mereka mengangkat korban ke mobil dan membawanya ke klinik.
"Lalu dikarenakan keterbatasan alat, langsung dirujuk ke RS USU, pukul 22.40 WIB korban dinyatakan meninggal dunia," sebutnya.
Untuk diketahui, Ade, tewas saat menempuh pendidikan di sekolah penerbangan tersebut. Keluarga korban menduga bahwa korban tewas usai dianiaya di asrama sekolah itu.
Kuasa hukum keluarga korban Thomy Faisal mengatakan peristiwa itu berawal pada Selasa (1/10) sekira pukul 23.00 WIB. Saat itu, keluarga korban mendapat telepon dari pihak sekolah bahwa korban masuk rumah sakit.
"Tanggal 1 Oktober jam 23:00 WIB, pihak keluarga dihubungi oleh yayasan atau sekolah bahwa korban sedang sakit dan sudah dibawa ke Rumah Sakit USU," kata Thomy, Sabtu (26/10)
Lalu, selang beberapa menit kemudian, keluarga korban mendapatkan kabar bahwa korban telah meninggal dunia. Usai menerima informasi itu, keluarga korban langsung berangkat dari Kabupaten Asahan menuju Medan untuk menjemput jenazah korban. Setelah itu, jasad korban dibawa oleh pihak keluarga.
Namun, saat dicek, keluarga menemukan ada bekas memar di leher, seperti bekas cekikan. Selain itu, keluarga juga menemukan lebam di punggung dan rusuk. Atas kejadian itu, Thomy mewakili keluarga korban melaporkan dugaan kejanggalan itu ke Polda Sumut pada Rabu (23/10).
Pihak sekolah, yakni dari Sumatera Flight membantah bahwa korban tewas karena dianiaya. "Sangat membantah (adanya penganiayaan). Almarhum ini orang baik, dan baru dua bulan di sini. Jadi, tidak mungkin dia langsung punya musuh apa segala macam, tidak ada kekerasan, tidak ada tindak pem-bully-an, karena di sini tidak ada senior junior, pelatihan kursus kita hanya setahun, begitu setahun selesai, tidak ada senior di sini," kata Kuasa Hukum Sumatera Flight Hendra Manatar Sihaloho, Senin (28/10).
Sumber : Detiksumut.com