• Jelajahi

    Copyright © Pena Kita
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Halaman

    Singapura Tak Lagi Jadi Tempat Aman Bagi Buronan Korupsi

    Selasa, 28 Januari 2025, Januari 28, 2025 WIB Last Updated 2025-01-28T03:08:40Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Jakarta, penakita.info

    Buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, akhirnya ditangkap di Singapura pada 17 Januari 2025. 


    Dia ditahan sementara di negara tersebut sembari menunggu proses ekstradisi ke Indonesia. 


    Paulus Tannos adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 19 Oktober 2021. 


    Dia merupakan salah satu tersangka dalam skandal korupsi proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. 


    Dari nilai tersebut, perusahaan yang dipimpinnya diduga menerima aliran dana korupsi sebesar Rp 145,8 miliar.


    Penangkapan Tannos oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura dilakukan atas permohonan Pemerintah Indonesia melalui jalur police to police. 


    Namun, proses pemulangannya ke Tanah Air tidak serta-merta bisa dilakukan. 


    Ada sejumlah syarat ekstradisi yang harus dipenuhi sesuai peraturan hukum Singapura.


    Tempat Pelarian Koruptor?

    Selama bertahun-tahun, Singapura dikenal sebagai tempat pelarian favorit para buronan, khususnya yang terlibat kasus korupsi. 


    Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, termasuk sistem hukum yang ketat, hingga reputasi Singapura sebagai kota yang aman dengan infrastruktur yang mendukung. '


    Sebelumnya, nama-nama seperti Adelin Lis, buronan kasus illegal logging, dan Sjamsul Nursalim, tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), juga diketahui berada di Singapura sehingga sulit ditangkap oleh aparat.


    Adelin baru dipulangkan ke Indonesia oleh Singapura pada Sabtu (19/6/2021), setelah sempat tersandung kasus pemalsuan paspor dengan nama Hendro Leonardi. 


    Berbeda dengan Adelin, buronan kasus Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim, justru gagal tertangkap. 


    Kedua buronan itu bermukim di Singapura sebelum akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan untuk keduanya pada 31 Maret 2021.


    Namun, sejak perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura ditandatangani pada 2022, situasi mulai berubah. 


    Perjanjian itu menjadi landasan hukum yang memungkinkan kedua negara bekerja sama lebih efektif untuk menangkap buronan yang melarikan diri ke wilayah masing-masing. 


    Penangkapan Paulus Tannos menjadi salah satu contoh nyata dari implementasi perjanjian ekstradisi tersebut, sekaligus bukti nyata komitmen kedua negara dalam memberantas korupsi lintas negara. 


    Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai, penangkapan Tannos akan memberikan dampak besar terhadap persepsi buronan. 


    Sebab, langkah tegas ini membuat para buronan korupsi berpikir ulang sebelum melarikan diri ke Singapura.



    "Koruptor tentu akan berpikir ulang lagi untuk bersembunyi ke Singapura, karena Singapura sudah tegas dan berkomitmen terkait dengan ekstradisi yang telah ditandatangani dengan Indonesia pada tahun 2022 yang lalu," kata Yudi, dalam keterangannya, dikutip Senin (27/1/2025).


    Proses Penangkapan Paulus Tannos

    Penangkapan Paulus Tannos dimulai dari pengajuan penahanan sementara oleh KPK melalui Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri. 


    Surat permohonan ini kemudian diteruskan kepada Interpol Singapura hingga sampai ke CPIB. 


    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan, proses penahanan sementara harus melalui koordinasi intensif dengan berbagai pihak, termasuk Kejaksaan, CPIB, dan pengadilan Singapura.


    "Karena penahanan di Singapura harus melalui proses kejaksaan dan pengadilan, maka jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB, jaksa, dan pengadilan (Singapura)," ujar Tessa, Sabtu (25/1/2025).


    Dalam persidangan di Singapura pada 23 Januari 2025, pengacara Paulus mengungkapkan bahwa kliennya memiliki paspor diplomatik dari Guinea-Bissau. 


    Namun, otoritas Singapura menyatakan bahwa paspor tersebut tidak memberikan kekebalan diplomatik karena tidak terakreditasi di Kementerian Luar Negeri Singapura. 


    Setelah putusan pengadilan pada 17 Januari 2025, Paulus Tannos ditahan sementara di Singapura. 


    Tak langsung dipulangkan

    Proses ekstradisi buronan antarnegara, termasuk Paulus Tannos, harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku di negara tempat buronan tersebut ditahan. 


    Dalam kasus ini, penahanan sementara Paulus Tannos di Singapura merupakan langkah awal yang dilakukan berdasarkan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.



    Tessa menambahkan bahwa persyaratan administrasi dan hukum harus dipenuhi, termasuk kelengkapan dokumen serta putusan pengadilan di Singapura. 


    Setelah semua proses ini selesai, barulah Tannos bisa diekstradisi ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.


    Sumber : Kompas.com

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini