masukkan script iklan disini
Timor Tengah Selatan, penakita.info
Bencana tanah longsor yang melanda Desa Kuatae, Kecamatan Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jumat (21/3/2025) malam ,tangisan puluhan keluarga kehilangan tempat tinggal, dan ratusan jiwa kini mengungsi di GOR Nekmese Soe dalam kondisi penuh ketidakpastian.
Di tengah kondisi yang sulit, hadir
Yayasan Yusinta Ningsih Sejahtera (YNS) untuk memberikan bantuan dan dukungan bagi para korban. Pendiri YNS, Yusinta Ningsih Nenobahan Syarief, tidak hanya menyalurkan sembako dan kebutuhan pokok, tetapi juga memilih untuk bermalam di pengungsian guna memahami langsung kondisi para korban.
Sudah dua malam YNS bersama Tim berada di GOR Nekmese, tidak sekadar berbagi bantuan materi. Ia berinteraksi langsung dengan anak-anak korban bencana, menghibur mereka dengan permainan, serta mengajarkan pentingnya kebersihan, seperti merawat kuku dan menjaga kesehatan diri.
Saat di wawancarai tim media Yusinta menegaskan bahwa penanganan pascabencana tidak hanya tentang distribusi bantuan, tetapi juga pemulihan psikologis para korban, terutama anak-anak dan lansia. Ia mengkritisi minimnya upaya pendampingan trauma yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
"Anak-anak ini tiba-tiba harus meninggalkan rumah mereka. Mereka kehilangan tempat yang selama ini memberi rasa aman. Harus ada perhatian khusus dari pemerintah untuk pemulihan psikologis mereka. Sayangnya, saya tidak melihat ada langkah nyata dari pemerintah daerah dalam hal ini," ungkapnya.
Yusinta juga menyarankan agar pemerintah daerah melibatkan psikolog, tokoh agama, serta komunitas lokal dalam memberikan pendampingan trauma. Menurutnya, pendekatan ini sangat penting mengingat banyak korban—baik anak-anak maupun orang —yang masih mengalami trauma akibat bencana ini.
Selain penanganan psikososial, Yusinta juga menyoroti ketidakjelasan rencana relokasi korban. Ia mendesak pemerintah untuk segera menentukan lokasi hunian sementara yang layak bagi warga terdampak.
"Pemerintah harus cepat menentukan lokasi relokasi sementara. Jangan hanya sibuk mendata jumlah kepala keluarga, tapi tidak ada keputusan yang diambil. Masyarakat butuh kepastian! Air bersih harus tersedia, akses pendidikan dan ekonomi juga harus diperhitungkan.Jangan sampai warga hanya dibiarkan berlama-lama di pengungsian tanpa kepastian," tegasnya.
Menurutnya, keterlambatan dalam mengambil keputusan akan semakin memburuk kondisi para korban. Libur sekolah hanya tersisa dua minggu, dan Yusinta mempertanyakan apakah pemerintah mampu menyelesaikan masalah ini dalam waktu singkat.
Sebagai bentuk kepedulian nyata, YNS menyatakan kesiapannya menjadi mitra pemerintah dalam membangun hunian sementara maupun permanen bagi korban. Namun, Yusinta menegaskan bahwa pemerintah harus bersikap terbuka terhadap kerja sama dengan pihak ketiga.
"Kami dari YNS siap membantu, tetapi pemerintah harus membuka diri. Kami hadir bukan untuk mengkritik, tapi untuk masyarakat. Jika pemerintah terus menunda keputusan, maka korban akan semakin menderita. Jangan sampai ini menjadi kebiasaan: rapat berlarut-larut tanpa hasil, sementara rakyat masih hidup di pengungsian," ungkapnya.
Bagi YNS, solusi yang ideal adalah membahas hari ini dan langsung dikerjakan besok, bukan menunggu hingga berbulan-bulan tanpa kepastian.
Bencana longsor di Kuatae seharusnya menjadi ujian bagi 100 hari kerja pertama pemerintah daerah TTS. Yusinta berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret agar TTS tidak "tenggelam" dalam bencana yang berkepanjangan.
"Yang dibutuhkan masyarakat bukan sekadar janji, tetapi tindakan nyata. Bagaimana mereka bisa melanjutkan hidup jika pemerintah tidak segera menentukan solusi?" pungkasnya.
Kini, harapan masyarakat tertumpu pada langkah cepat pemerintah dalam menentukan relokasi, memastikan keberlanjutan pendidikan anak-anak, serta menjaga stabilitas ekonomi korban bencana. Waktu terus berjalan, dan keputusan yang lamban hanya akan memperpanjang penderitaan mereka.
(Marti Honin)