masukkan script iklan disini
Timor Tengah Selatan, penakita.info
Ketua Forum Peduli Demokrasi Timor (FPDT), Dony Tanoen, menyatakan dukungannya terhadap upaya penegakan hukum, khususnya dalam kasus tindak pidana korupsi di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Menurut Doni, korupsi adalah musuh besar bangsa, termasuk di daerah TTS, sehingga perlu mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum.
Dalam beberapa hari terakhir, Kejaksaan Negeri (Kejari) TTS tengah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait kegiatan bimbingan teknis (bimtek) DPRD TTS di Jakarta pada Februari 2025. Dony menyoroti pentingnya transparansi dalam proses ini serta mempertanyakan apakah sudah ada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Inspektorat atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai dasar penyelidikan.
Selain itu, ia juga mempertanyakan siapa pihak yang melaporkan dugaan penyimpangan dalam kegiatan tersebut.
Sejauh ini, menurut pemantauan FPDT, Kejari TTS telah memeriksa Sekretaris Dewan (Sekwan) dan dua anggota DPRD TTS, tetapi pimpinan DPRD TTS belum diperiksa. Oleh karena itu, Dony menekankan bahwa proses hukum harus dilakukan secara menyeluruh hingga tuntas, tanpa tebang pilih.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti kinerja Kejari TTS dalam menangani kasus-kasus dugaan korupsi lainnya di wilayah tersebut. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan delapan embung yang hingga kini belum memiliki kejelasan hukum. Selain itu, ada dua kasus dugaan korupsi, yakni proyek internet desa dan pembangunan Radio Amanatun, yang telah dihentikan penyelidikannya (SP3) meskipun telah ada hasil audit atau perhitungan kerugian negara.
Dony juga menyoroti beberapa kasus lain yang dinilai lebih merugikan negara, seperti proses perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) oleh Sekretaris Dewan DPRD TTS.
Ia mengungkapkan bahwa LHP Inspektorat TTS telah menemukan indikasi kerugian negara lebih dari Rp1 miliar, namun hingga kini belum ada penyelidikan lebih lanjut dari Kejari TTS. Selain itu, dugaan hilangnya fasilitas pada tiga rumah jabatan pimpinan DPRD TTS juga belum mendapat perhatian dari Kejaksaan, meskipun fasilitas tersebut dibeli menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TTS.
Dony menjelaskan bahwa audit dari BPK, BPKP, atau Inspektorat hanya bisa dilakukan jika suatu kegiatan telah dipertanggungjawabkan. Sementara itu, untuk kasus bimtek DPRD TTS tahun 2025, pertanggungjawaban keuangan atau Surat Pertanggungjawaban (SPJ) belum dilakukan karena dana negara belum digunakan.
Dengan berbagai catatan tersebut, Dony berharap agar Kejari TTS benar-benar serius dalam menangani kasus dugaan korupsi di daerah tersebut dan memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum mendapatkan proses yang transparan dan adil demi kepentingan masyarakat TTS.
(Marti Honin)