• Jelajahi

    Copyright © Pena Kita
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Halaman

    Refleksi GMNI Ke- 71 Tahun: Animo Komisariat Sebagai Akar Rumput Ideologi dan Kaderisasi

    Senin, 24 Maret 2025, Maret 24, 2025 WIB Last Updated 2025-03-24T01:49:45Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Jakarta, penakita.info

    Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) lahir pada tanggal 23 Maret 1954 di Surabaya, hasil peleburan tiga organisasi Mahasiswa, yaitu; Gerakan Mahasiswa Marhaen (berbasis di Yogyakarta), Gerakan Mahasiswa Merdeka (berbasis di Surabaya), dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (berbasis di Jakarta). 



    Proses peleburan 3 (tiga) organisasi kemahasiswaan ini dikarenakan memiliki kesamaan azaz yakni “Marhaenisme” ajaran Bung Karno.



    Kini GMNI sudah memasuki usia ke-71 tahun, suatu perjalanan panjang yang telah memparturisikan kader-kader animo, progresif revolusioner dan nasionalis di pelbagai Daerah di Indonesia ini. Dalam refleksi hari jadi ini, penting bagi kita untuk mengingatkan kembali terkait peran strategis GMNI sebagai organisasi kader. 



    Salah satu tantangan paling utama yang dihadapi GMNI hari ini adalah bagaimana meyakinkan bahwa komisariat sebagai akar rumput gerakan untuk menjadikan sentral dari penguatan kaderisasi dan ideologi. 



    Dalam hal ini, perlu dihidupkan kembali animo komisariat sebagai sentral dari dinamika organisasi, bukan hanya sebagai ranjang formalitas penjaringan keanggotaan, tetapi sebagai ranjang seksi untuk membentuk animo, nasionalisme, dan mengetahui  lebih dalam ajaran Bung Karno.



    Bung Karno menekankan pentingnya sistem kaderisasi yang kokoh sebagai dasar dari gerakan revolusioner. Ia percaya bahwa tanpa kader-kader yang animo dan terdidik, maka sebuah organisasi gerakan akan kehilangan kiblat dan mudah diruntuhkan oleh kepentingan sesaat.



    Penguatan Ideologi di tingkat komisariat harus berbasis pada pemikiran Bung Karno yang tulen. Kegiatan semacam diskusi rutin, kajian buku-buku Bung Karno, serta penguatan pengetahuan tentang sejarah harus menjadi program inti. 



    Komisariat bukan hanya ranjang untuk berkumpul, tetapi harus menjadi ranjang perjuangan yang membentuk animo kader. Animo ini bukan hanya sekedar fanatisme, tetapi kesadaran kritis terhadap keadaan Bangsa sebagaimana yang diajarkan Bung Karno dalam "Mencapai Indonesia Merdeka".



    GMNI lahir sebagai organisasi yang berpihak pada rakyat marhaen. Oleh karena itu, komisariat harus sering dalam aksi-aksi sosial yang berorientasi pada kepentingan kaum marhaen. Pendampingan petani, buruh, serta advokasi kebijakan yang tidak pro-marhaen harus dimulai dari komisariat.



    Salah satu persoalan yang sering muncul dalam organisasi adalah dominasi pengurus pusat atau daerah tanpa memperhatikan dinamika komisariat. Bung Karno dalam "Mencapai Indonesia Merdeka" mengingatkan bahwa kekuatan gerakan sejati terletak pada akar rumput, bukan pada elite. Oleh karena itu, GMNI harus memastikan bahwa komisariat memiliki suara dan peran yang kokoh dalam membentuk organisasi.



    Bung Karno menegaskan bahwa perubahan sejati hanya bisa terjadi jika mental rakyat, khususnya kaum muda, dibentuk dengan animo revolusioner. Di era modern, tantangan utama yang dihadapi GMNI bukan lagi kolonialisme dalam bentuk fisik, tetapi neokolonialisme dan kapitalisme global yang mereduksi nilai-nilai perjuangan menjadi sekadar kepentingan material.



    Pragmatisme dalam gerakan mahasiswa adalah penyakit yang harus dilawan. Banyak kader yang bergabung ke GMNI hanya untuk kepentingan jangka pendek, seperti mendapatkan posisi di kampus atau menjadikan organisasi sebagai batu loncatan politik. Jika ini dibiarkan, maka GMNI akan kehilangan kiblat revolusionernya.



    Oleh karena itu, komisariat harus menjadi benteng utama dalam melawan pragmatisme. Kader-kader GMNI harus kembali kepada semangat "berpikir, berkata, dan bertindak seperti Bung Karno" sebagaimana yang diajarkan dalam ajaran marhaenisme.



    GMNI sebagai organisasi yang telah berusia 71 tahun harus memastikan bahwa ke depan, gerakan ini tetap relevan dan tidak kehilangan jati dirinya. Komisariat harus menjadi sentral dari regenerasi pemimpin nasionalis yang sejati. 



    Sebagaimana Bung Karno menyatakan bahwa "Jas Merah: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah", GMNI harus belajar dari sejarah pergerakan mahasiswa yang pernah menjadi sentral perubahan di Indonesia. 



    Jika komisariat lemas, maka GMNI akan kehilangan daya juangnya. Sebaliknya, jika komisariat diperkokoh, maka organisasi ini akan tetap menjadi salah satu sentral dalam perjuangan ideologi nasionalisme dan marhaenisme.



    Dies Natalis GMNI ke-71 harus menjadi momentum refleksi bagi seluruh kader untuk kembali kepada semangat komisariat. Komisariat bukan sekadar tingkatan struktural dalam organisasi, tetapi harus menjadi sentral dari kaderisasi dan ideologi. 



    Sebagaimana yang diajarkan Bung Karno dalam berbagai tulisannya, kekuatan sejati sebuah gerakan terletak pada akar rumputnya, bukan pada bunganya. GMNI harus memastikan bahwa komisariat bukan hanya menjadi ranjang administrasi organisasi, tetapi menjadi ranjang untuk membentuk kader-kader nasionalis yang siap berjuang untuk kepentingan rakyat marhaen.



    Dengan semangat revolusi mental ala Sukarno dan kaderisasi yang kuat di tingkat komisariat, GMNI akan tetap menjadi organisasi yang kokoh dan mampu menjawab tantangan zaman. Inilah saatnya untuk kembali kepada akar perjuangan, membangun GMNI yang lebih ideologis, animo, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. 



    GmnI...Jaya! 

    Marhaen...Menang!

    Merdeka...!!!



    (Opang Nero)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini