Timor Tengah Selatan, penakita.info
Ketua Forum Pemerhati Demokrasi Timor (FPDT), Dony Tanoen, mendesak aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Polres Timor Tengah Selatan (TTS) untuk menangani kasus kekerasan terhadap anak secara serius dan profesional.
kepada media ini Dony Tanoen menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang membutuhkan respons hukum yang tegas dan cepat.
“Undang-Undang Perlindungan Anak yang berlaku saat ini adalah UU Nomor 35 Tahun 2014, yang mengubah UU Nomor 23 Tahun 2002. UU ini jelas mengatur tanggung jawab negara, pemerintah, daerah, masyarakat, dan orang tua dalam memberikan perlindungan kepada anak,” kata Dony kepada wartawan di SoE, Rabu (17/4).
Menurutnya, selain penegakan hukum, tindakan preventif juga harus diutamakan. Ia menilai peran orang tua, tokoh masyarakat, gereja, dan pemerintah sangat penting dalam meminimalisir kasus kekerasan terhadap anak.
“Jangan semua dibebankan kepada polisi. Pemerintah daerah maupun masyarakat, umat Agama. Tapi peran mereka di mana? Semua pihak harus turun tangan,” ujarnya.
Dony juga mengkritik Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten TTS yang dinilainya pasif. Ia menuntut agar dinas terkait tidak hanya menunggu laporan, tetapi aktif melakukan terobosan dan inovasi dalam pencegahan kekerasan.
“Ini penting agar masyarakat merasakan kehadiran negara dalam memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan, terutama di TTS, di mana angka kekerasan tergolong tinggi,” tegasnya.
mendorong kolaborasi antara semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak dan perempuan di wilayah TTS.
(Marti Honin)